Header Ads

ALIRAN SEJARAH (HISTORIS)


ALIRAN SEJARAH (HISTORIS)



            Pola pemikiran aliran sejarah didasarkan pada prespektif sejarah. Nama aliran sejarah diinspirasikan oleh keberhasilan metode sejarah dalam bidang- bidang hukum dan bahasa. Dari beberapa pakar Jerman sendiri ada yang menamakan aliran sejarah sebagai aliran “etis”, untuk menunjukan ketidak senangan mereka pada paham hedonisme klasik.


A. SERANGAN TERHADAP METODE KLASIK

           Pemikiran pemikiran klasik secara eksplisit mengakui bahwa manusia berdasarkan hakikatnya bersifat serakah (paham hedonisme). Paham ini kemudian dikembangkan menjadi paham utilitarianisme. Pendekatan- pendekatan tersebut menurut para pemikir aliran sejarah dinilai terlalu sempit.  Pandangan kaum klasik ,perekonomian diserahkan kepada kekuatan pasar, dimana setiap orang diberi kebebasan berbuat demi kepentingan masing-masing. Dan akhirnya melalui apa yang disebut invisible hand, akan tercipta suatu harmoni secara keseluruhan.
Pemikiran seperti ini juga dikecam oleh pakar-pakar sejarah, sebab dinilai terlalu mekanistis, dan menghendaki agar hal ini diganti dengan dasar pemikir yang lebih etis.
Pada intinya pemikir aliran sejarah menolak argumentasi pemikir pemikir klasik bahwa ada undang-undang alam tentang kehidupan ekonomi. Bagi mereka masayarakat harus di ganti sebagai satu kesatuan organisme dimana interaksi sosoial berkait dan berhubungan antar individu.
Bagi pemikir-pemikir sejarah, fenomena-fenomena ekonomi merupakan produk perkembangan masayarakat secara keseluruhan sebagai hasil perjalanan sejarah, karena itu semua pemikiran, teori, dan kesimpulan ekonomi harus di landaskan pada empiris sejarah. Pemikir-pemikir aliran sejarah tidak setuju dengan anggapan kaum klasik dan neo-klasik bahwa prinsip-prinsip ekonomi berlaku secara universal.
       Pemikir-pemikir kaum klasik menggunakan metode pendekatan deduktif. Dengan pendekatan deduktif analisis ekonomi bertitik tolak dari pengamatan secara umum dan darisitu diambil kesimpulan secara khusus (reasoning from the general to the particular).
        Bagi pakar aliran sejarah metode deduksi ini dinilai terlalu abstrak dan terlalu teoritis, dimana dari beberapa postulat kemudian mang-claim bahwa pemikiran-pemikiran mereka belaku umum(universal). Menurut kaum sejarah metode deduksi ini sering tidak sesuai dengan realitas, dan karenanya sering membawa kita kedalam kesimpulan yang sering keliru. Untuk mengatasi kelemahan metode klasik tersebut maka pemikir-pemikir aliran sejarah menawarkan metode induktif-historis.




B.TOKOH-TOKOH ALIRAN SEJARAH


  1. Friedrich List (1789-1846)
Salah satu buku list yang terkenal adalah: Das Nationale System der Politischen Oekonomie, der Internationale Handel, die Handels Politik und der Deutche ollverein, atau dalam bahasa Inggrisnya:  The National System of Political Economy, International Trade, Trade Policy and the German Customs Union (1841). Dalam buku-buku tersebut List menyerang pakar-pakar klasik yang disebutnya “kosmopolitan” sebab mengabaikan peran pemerintah.
    List mengatakan bahwa kita biasa mengambil kesimpulan tentang perkembangan suatu masyarakat dari data sejarah. Dari cara mereka berproduksi maka setiap kelompok masyarakat pada umumnya melewati tahap-tahap sejarah sebagai berikut:

a.) Tahap berburu dan menangkap ikan, atau tahap barbarian, yang berciri masayarakat primitif sebab kebutuhan dari apa yang disediakan oleh alam.
b.) Zaman mengembala ataupastoral, yang mulai berternak tapi masih nomaden atau tidak menetap
c.) Zaman agraris, dimana masyarakat mulai menetap dan bertani secara subsisten
d.) Zaman bertani, menghasilkan industri manifaktur sederhana dan mulai melakukan perdagangan lokal
e.) Masyarakat bertani, manufaktur lebih maju dan telah melakukan perdaganagan internasional.
 


2.Bruno Hildebrand (1812-1878) 
                     
Hildebrand aktif dalam berbagai penelitian dan penulisan karya karya ilmiah .dalam melakukan penelaahan dan penelitian-penelitian  ekonomi, ia menekankan perlunya mempelajari sejarah. artinya, penelitian-penelitian ekonomi harus didukung oleh data statistik empiris yang dikumpulkan dalam penelitian sejarah ekonomi.
Menurut Hildebrand , dilihat dari cara tiap kelompok masyarakat dalam melakukan tukar-menukar dan berdagang, kelompok masyarakat dapat dibedakan atas tingkatan-tingkatan sebagai berikut :
1)      tukar-menukar secara in-natura atau barter
2)      tukar-menukar dengan perantaraan uang
3)      tukar-menukar dengan menggunakan kredit
Salah satu kelemahan dari karya-karya penelitian sejarah Hildebrand ialah
=> bahwa penelitian yang dilakukannya hanya berupa monografi sejarah yang bersifat deskriptif tentang masalah-masalah ekonomi



3. Gustav von Schmoler (1839-1917)

            Pandangan Schmoler agak berbeda dengan pandangan tokoh-tokoh aliran sejarah lainnya, yang mana tokoh-tokoh sejarah yang lainnya menghendaki berbagai kebijakan di dalam bidang ekonomi, Schmoler menghendaki agar kebijaksanaannya menyangkut politik sosial, dan lebih jauh dari itu, juga meningkatkan kesejahteraan kaum buruh.
            Untuk mencapai tujuannya Schmoler dan rekan-rekannya mendirikan sebuah forum untuk menghimpun pemikiran-pemikiran dalam menghadapi berbagi masalah ekonomi dan sosial. Kemudian disampaikan kepada pemerintah sehingga dibentuknya undang-undang untuk melindungi kaum buruh dari penindasan kaum pengusaha. Jaminan sosial yang diberikan kepada kaum buruh tersebut yang sesuai dengan undang-undang yang telah ditetapkan dianggap sangat maju untuk zaman bagi dirinya, sebab dinegara-negara Eropa pada umumnya belum ada perundang-undangan perlindungan kaum buruh seperti yang di Jerman tersebut.



4. Werner Sombart (1863-1941)

            Penelitan Sombart yang sering dikutip oleh orang adalah penelitannya tentang tahap-tahap perkembangan kapitalisme. Sombart mengatakan bahwa pertumbuhan masyarakat kapitalis sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan masyarakat. Dalam karyanya : Der Moderne Kapitalismus (1902) mengatakan bahwa pertumbuhan masyarakat kapitalis dapat dibedakan atas beberapa tingkatan, yaitu:
a.) Tingkat pra-kapitalisme
Pada tingkat pra-kapitalisme kehidupan ekonomi masih bersifat komunal, struktur sosial masih berat kearah pertanian, kebutuhan manusia masih rendah, uang belum dikenal, motif laba maksimum masih belum nampak, dan produk seluruhnya lebih ditunjukan untuk diri sendiri.
b.) Tingkat kapitalisme menengah
Pada tingkat ini walaupun kehidupan ekonomi masih bersifat komunal, tetapi mulai memperlihatkan ciri-ciri individualisme, struktur pertanian industri mulai berimbang, masyarakat mulai mengenal uang, motif laba maksimum mulai nampak, dan produksi tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi ditunjukan juga untuk pasar.
c.) Tingkat kapitalisme tinggi
Pada tingkat ini disebutkan tingkat kapitalisme tinggi, ciri masyarakat komunal hilang, paham individualisme mulai menonjol, struktur ekonomi semakin berat ke industri dan perkotaan, peran uang semakin menonjol, motif laba maksimum makin kelihatan, dan sebagian produksi dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan pasar.
d.) Tingkat kapitalisme akhir
Tingkat ini ditunjukan oleh ciri-ciri dimana sikap individualisme lebih tinggi, tetapi kepentingan masyarakat tidak diabaikan, industri mulai ke padat modal, disamping uang kartal juga mulai di kenal uang giral, motif laba maksimum lebih tinggi, tetapi juga dipertimbangkan penggunaan laba untuk kepentingan masyarakat, dan produksi untuk pasar.



5. Max Weber (1864-1920)

Dalam bukunya yang cukup terkenal, yaitu The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1958) ia menjelaskan ada pengaruhnya ajaran agama Protestan terhadap prilaku ekonomi. Perilaku ekonomi kapitalis, kata Weber, bertolak dari harapan akan keuntungan yang akan diperoleh dengan m,empergunakan kesempatan bagi tukar menukar yang didasarkan pada kesempatan mendapatkan keuntungan secara damai. Hasil pengamatan Weber menunjukan bahwa golongan penganut agama Protestan, terutama kaum Calvinis menduduki tempat teratas. Menurut orang Calvinis keselamatan hanya diberikan pada orang-orang terpilih, hal inilah yang mendorong orang bekerja keras agar masuk menjadi golongan orang terpilih tersebut. Dalam pemikiran teologis inilah semangat kapitalisme yang bersandar pada cita, ketekunan, hemat, rasional, berperhitungan, dan sanggup menahan diri, menemukan pasangannya.

Tidak semua orang menerima tesis Weber, diantaranya yang menentang, yaitu Bryan S Turner, R.H.Tawney, Kurt Samuelson, Robert N. Bellah, Andrew Greeley, dan tokoh-tokoh lainnya yang pernah meneliti dampak ajaran agama lain terhadap kehidupan ekonomi, misalnya penelitian tentang masyarakat islam dan penganut-penganut agama Tokugawa di Jepang. Kritik-kritik tersebut antara lain dapat dibaca dalam buku yang diedit Taufik Abdullah: Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi (1979).


6. Henry Charles Carey (1793-1879)

Ia adalah seorang pemimpin gerakan proteksionis dari Amerika Serikat. Dalam karyanya: Principles of Social Science, Carey menekankan perlunya diversifikasi industri untuk menciptakan lapangan pekerjaan lebih luas. Menurutnya suatu negara yang hanya mengandalkan pembangunan pada ekspor produk-produk pertanian dinilainya sebagai tindakan yang bodoh dan merugikan.

Pendukung-pendukung aliran sejarah yang lain dari Amerika Serikat adalah Simon Nelson Patten dan Daniel Reymond. Nelson Patten (1852-1992) mengajukan argumen-argumen yang menyokong proteksi sebagaimana yang dikemukakan oleh Carey. Sedangakan Daniel Reymond  (1786-1849) adalah seorang ahli hukum yang kemudian tertarik dengan persoalan-persoalan ekonomi. Daniel Raymond merupakan ekonom politik penting pertama muncul di Dia menulis Thoughts on Political Economy (1820) dan The Elements of Political Economy(1823).



C. DISKUSI
                        Keuntungan lain yang biasa dipetik dari serangan pemikiran-pemikiran aliran sejarah terhadap kaum klasik ialah dalam pengembangan penelitian metode ekonomi. Oleh Schumpeter, perdebatan tentang metode induksi dan deduksi ini dinilai sebagai penghambur-penghambur energi saja. Tetapi tentu tidak semua orang berpendapat dengan Schumpeter, sebab sebagaimana yang terbukti kemudian dari perdebatan ini lahir suatu kesadaran bagi pemikir-pemikir ekonomi di kemudian hari, bahwa dalam melakukan penelitian ekonomi sebaiknya di gunaka metode deduksi (reasoning from the general to the particular) dan induksi (reasoning from the particular to the general) secara hilir mudik, yang kemudian dikenal dengan metode reflective thinking Untuk mengembangkan industri dosmetik, List menganjurkan adanya suatu lembaga negara yang akan melindungi industri dalam negara melalui pajak impor, dan pemerintah secara intervensi untuk menyeimbangkan pertanian, industri dan perdagangan.


Tidak ada komentar